
Nyeri Hadi Akan Hilang Setelah Menikah ??? Benarkah ??
Nyeri haid banyak dirasakan kaum perempuan. Jika nyerinya tidak sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, maka itu dinilai sebagai nyeri yang wajar. Namun beberapa orang menyebut nyeri haid bisa menghilang saat seorang perempuan sudah menikah. Benarkah demikian??
Sebenernya ada banyak teori yang menjelaskan tentang kejadian disminor (nyeri haid) primer. Seperti halnya teori yang dikemukakan oleh junizar (2010) yang menjelaskan bahwa kejadian nyeri haid akan hilang diawali pada akhir umur 20-an atau awal umur 30an. Pada wanita usia subur yang masih umur sebelum 20 tahun, rahim akan mengalami perubahan fisiologis karena tidak dibuai oleh sel telur, ditambah dengan adanya rahim yang masih rapet (kecil) sehingga mengakibatkan pengeluaran prostaglansin (hormon yang menyebabkan nyeri) dengan banyak sekali sehingga dapat menyebabkan nyeri haid. Selain itu juga pada rahim seorang wanita yang sedang mengalami haid akan terjadi pengelupasan bagian kulit rahim bagian dalam untuk diperbaharui pada hari pertama haid, maka dengan inilah biasanya pada waktu hari pertama haid seorang wanita akan mengeluarkan darah yang berwarna merah kehitaman karena bercampur dengan adanya lapisan rahim yang terkelupas dan ditambah dengan nyeri yang hebat.
Dikutip dari detikHealth, Menurut dr M.Nurhadi Rahman, SpOG ketika hamil dan melahirkan itu ada sebuah periode perubahan atau istirahat pada hormon tubuh wanita. Selama 8-9 bulan hamil hormon yang biasa bekerja saat haid berubah menjadi hormon yang disiapkan untuk melahirkan. Nah, ketika proses istirahat itu selesai, belum tentu bisa kembali seperti semula atau jumlahnya sama persis seperti saat sebelum hamil atau melahirkan.Dokter yang berpraktik di RSUP Sardjito dan RS JIH Yogyakarta ini menambahkan kondisi tubuh saat hamil dan usai melahirkan akan mempengaruhi kinerja hormon itu sendiri. Jika sebelumnya ada efek nyeri, maka setelah melahirkan nyerinya akan berkurang. Bahkan perempuan yang biasanya mengeluh kram saat haid juga bisa menjadi tidak kram.
“Bisa jadi prosesnya menjadi seperti itu, meskipun belum tentu terjadi pada semua wanita. Terutama kalau dia memiliki kondisi endometriosis atau penyakit-penyakit lainnya. Bisa saja kan ‘bibitnya’ masih ada di dalam jadi ya nyerinya bisa terulang terjadi lagi. Tapi kalau nyerinya karena kram biasa, bukan karena penyakit tertentu tadi, bisa berkurang,” sambungnya.
Menurut dia, yang perlu diingat adalah bila ada perempuan yang sering mengalami kram biasa kemudian usai kelahiran anak pertama nyerinya berkurang, bisa saja di kelahiran anak keduanya justru kembali nyeri. “Semuanya karena faktor hormonal yang tadi,” ucap dr Nurhadi.
Sementara itu menurut dr Hari Nugroho, Sp.OG dari Departemen Obstetri dan Ginekologi RS dr Soetemo, Surabaya, pada penderita endometriosis, nyeri haid seringkali berkurang setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena pada saat tidak hamil, tubuh mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron yang selain merangsang endometrium di sisi dalam rahim juga merangsang endometrium di luar (endometriosis). Perlu diketahui, jika endometriosis semakin tumbuh maka nyeri semakin hebat.
“Pada kehamilan, tubuh perempuan berhenti merangsang endometrium (karena ada kehamilan, siklus mens berhenti). Tidak terangsangnya endometriosis di luar ini bisa mengakibatkan endometriosis mengecil hingga menghilang, sehingga sering nyeri haid ini berkurang hingga menghilang setelah kehamilan,” terang dr Hari.
Sedangkan dr Aryando Pradana, SpOG dari RSIA Bunda Menteng dan Klinik Bayi Tabung – Morula IVF Clinic Jakarta menekankan jika seorang perempuan mengeluhkan nyeri haid sebaiknya dipastikan dulu penyebabnya. “Kalau memang karena kista masih bisa terjadi nyerinya meskipun sudah menikah atau melahirkan,” ucapnya.